Posted 23 September 2022 by Meditrans
MEDITRANS.ID – Fasilitas layanan kesehatan khususnya Rumah Sakit di Indonesia ternyata masih memiliki berbagai permasalahan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Ditjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan dr Azhar Jaya SKM, MARS dalam workshop pembuatan master plan rumah sakit pintar (smart hospital) pada Sabtu, 30-Maret-2021.
Dalam penyampaiannya, dr Azhar menjelaskan berbagai permasalahan dalam Pelayanan Kesehatan. Yakni akses ke fasilitas pelayanan Kesehatan berkualitas terutama di daerah terpencil perbatasan, ketersediaan dan distribusi sumber daya manusia yang belum merata, hingga pembiayaan dan keberlanjutan sistem jaminan Kesehatan.
Di era Industri 4.0 saat ini, berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan Teknologi Informasi guna terwujudnya konsep Smart Health. Smart Health sendiri, telah menjadi program nasional sejak 2017. Yakni melalui Strategi Nasional e-Kesehatan yang dijalankan oleh Kemenkes. Aturan tentang Strategi Nasional e-Kesehatan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 46 tahun 2017.
Dalam Permenkes 46/2017 dikatakan ada 7 komponen penentu keberhasilan penerapan e-Kesehatan. Yakni tata Kelola dan kepemimpinan, strategi dan investasi, layanan dan aplikasi, standard dan interoperabilitas, infastruktur peraturan, kebijakan dan pemenuhan kebijakan, serta sumber daya manusia (SDM).
Salah satu cara terwujudnya Smart Health adalah dengan mengembangkan RS di Indonesia menjadi Smart Hospital. Lantas apa itu Smart Hospital? Yakni RS yang terfokus dalam pengembangan teknologi dan desain berpadu untuk meningkatkan perawatan pasien. Kemenkes telah meluncurkan beberapa aplikasi sebagai penunjang pelaksanaan Smart Hospital. Seperti SIRS, RS Online, SISRUTE, SIRANAP, Dashboard Keuangan, e-Lab, Rekam Medis Elektronik, SehatPedia, LIS, dan Telemedicine.
Regulasi terkait Sistem Informasi RS tertuang dalam 4 payung hukum. Yakni UU nomor 4 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang berbunyi Setiap RS wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan RS dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Lalu pada PP nomor 4 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan, menyatakan tentang Tata Kelola Sistem Informasi Kesehatan, termasuk Sistem Informasi Upaya Kesehatan. Selanjutnya Permenkes Nomor 82 Tahun 2013 tentang Standar SIMRS, menyatakan bahwa setiap RS wajib menyelenggarakan SIMR. Serta pada Permenkes nomor 1171 Tahun 2011 tentang SIRS yang mana setiap RS wajib melaksanakan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS).
Selanjutnya, pada aplikasi RS Online yang dibuat Kemenkes, terdapat sistem pendataan RS secara Nasional. Meliputi data profil RS, sumber daya manusia, tempat tidur dan jenis pelayanan, serta alat Kesehatan (terintegrasi ASPAK). Lalu pada Sistem Informasi Rawat Inap (SIRANAP), RS wajib menyediakan informasi data kapasitas dan ketersediaan setiap jenis tempat tidur RS meliputi ICU, NICU, Treatment Class, PICU, ICCU, dan HCU.
Aplikasi lainnya adalah Rekam medis elektronik, yakni rekam medis yang dihasilkan dari suatu sistem elektronik Kesehatan di Fasyankes secara parsial atau menyeluruh. Kemudahan kepada pasien juga dapat diberikan dengan Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE), dengan SISRUTE, rujukan pasien dapat dialkukan secara terpadu. Saat ini pengguna SISRUTE telah mencapai 8.224 user. Ada juga Laboratory Information System (LIS) yang gunanya adalah mengirimkan perintah uji laboratorium ke instrument lab, melacak pesanan tersebut, kemudian merekam hasilnya ke database yang dapat di cari. Dalam sistem perangkat lunak untuk laboratorium klinis, LIS ini terdapat beberapa data seperti Records, Manages, dan Storages Data.
Contoh aplikasi lainnya adalah Telemedicine Indonesia (Temenin). Aplikasi ini mencakup berbagai layanan seperti tele EKG, tele USG, tele Radiologi, dan Tele Konsultasi Klinis. Pelayanan Kesehatan yang bisa dilakukan menggunakan aplikasi ini adalah Konsultasi, penegakan diagnosis dan pelanatalaksanaan penyakit.
Kemenkes terus menargetkan jumlah Fasyankes yang melaksanakan layanan telemedicine untuk terus bertambah. Pada tahun 2021, Kemenkes menargetkan ada 134 Fasyankes, pada 2022 targetnya adalah 201, 2023 targetnya ditambah menjadi 268, dan pada 2024 menjadi 335.
Meski begitu, ada sejumlah tantangan layanan temedicine. Yakni layanan konsultasi antara pasien dengan fasyankes atau dokter sesuai dengan standar praktik kedokteran, pemabatasan fisik pada konsultasi sat pandemi Covid-19 melalui teleknsultasi, pembiayaan pelayanan telemedicine, serta peningkatan infrastruktur jaringan data yang lebih baik.
Berbagai sistem berbasis digital penunjang Smart Hospital tersebut diharapkan mampu mengoptimalkan pelayanan Kesehatan yang bertujuan memberikan kemudahan masyarakat dalam mengakses layanan Kesehatan.
Sumber: Workshop Pembuatan Master Plan Rumah Sakit Pintar oleh Perkumpulan Teknik Perumahansakitan Indonesia / PTPI
Sumber Gambar : N-Smart